Masa lalu.
Mungkin dua kata itu yang mencekik kerongkongan dan menghabiskan ruang memori dalam kepalaku.
Menurutku sendiri, masa lalu adalah waktu yang berlalu.
Satu detik yang baru saja terlewat bisa saja disebut masa lalu kan?
Ah, waktu.
Kita pun menyinggung kembali tentang waktu, suatu kata yang tak terdefinisikan, yang kemungkinan besar tak dapat ditemukan apa itu waktu sebenarnya.
Waktu bagiku adalah suatu perjalanan yang diluar rencana, dan walaupun kau sudah merencanakannya secara masak, itu semua tergantung dia, dan juga Dia.
Kembali dalam masa lalu.
Sering aku berpikir, bilamana mungkin aku dapat kembali di masa itu, aku ingin merubahnya.
Aku ingin merubah jawaban yang menjadi kunci sebuah pintu permulaan, dimana kita bersama merajut suatu tali yang tak begitu panjang.
Ada apa denganku?
Entahlah, seringkali aku menyalahkan kebodohanku dan ketidaktegaanku sehingga membuat keadaan menjadi begitu berbelit dan menggantung.
Maafkan aku.
Kuralat.
Maafkan segala kebohongan yang terucap dariku.
Aku tahu, kau begitu percaya denganku.
Dan aku pun tahu, aku begitu kejam untuk mempermainkan kepercayaanmu.
Sekali lagi, maafkan aku.
Mungkin aku telah jujur padamu, akan segala yang telah aku sembunyikan darimu.
Tapi masih belum semuanya kuceritakan padamu.
Aku menyesal, sungguh.
Dan apabila memang dapat kuputar kembali waktu, akan kulakukan itu.
Bilamana aku dapat mempermainkan waktu, pasti kurubah semua itu.
Tapi kenyataan selalu berkata lain, bukan?
Waktu tak dapat dipermainkan, tetapi ia dapat mempermainkan kita.
Kau bilang, apabila aku tak berkata begitu, mungkin sekarang tak sama seperti sekarang.
Bingung? Aku juga.
Kurasa kita hanya bisa mengenangnya dan menghela napas sebentar.
Masa lalu?
Tak dapat diulang, tapi dapat dikenang.
Maafkan aku yang slalu membuatmu bingung, membuat dahimu mengerut dengan segala pertanyaanku yang tak nyambung.
Aku tahu kau tetap percaya denganku walaupun begitu banyak dusta yang kuberikan padamu.
Sekali lagi, apabila masa lalu dapat aku ubah, akan aku rubah hingga tak ada lagi dusta diantara kita.
Aku ingin kau percaya padaku, lebih-lebih.
Dan aku ingin kau tahu, aku juga percaya padamu, lebih-lebih.
Terima kasih.
Kau masih tak mengerti, ya?
Biarlah ini menjadi percakapan tak penting yang membingungkan, aku hanya ingin mempermainkan waktu.
Bukan.
Aku ingin menghabiskan waktu untuk mengobrol lebih banyak denganmu.
Dan aku masih berharap suatu saat waktu akan dapat kupermainkan dan kartu As berada dalam genggamanku.
Masih berharap.