happiness delight♥
happy virus ♥♥
about bias stuff link home twitter tumblr follow
it's time to say goodbye:')
Thursday, January 10, 2013 | 2:47 AM | 0 comments

     Aku tertawa keras. Julian, adikku yang pertama, menirukan gerak seekor burung unta yang sedang kelaparan dan ingin menangkap makanannya dengan segera. Hawa sekitar terasa dingin, tapi tidak lagi karena kehangatan yang kami buat di sekitarnya.
     bip bip
     Ah! Itu pasti bbm dari Dean, pacarku.
     Aku masuk ke dalam kamar lebih dulu, meninggalkan sebentar kehangatan itu untuk memberi privasi antara aku dan Dean.

     Aku... capek. Kamu juga pasti udah capek, kan?

     Aku mengerutkan dahi tanda tak mengerti. Aku capek? Sudah pasti, seharian kan keliling mainan terus.

     Maksud kamu apa, say?

     Perasaanku semakin tidak enak. Ada apa ini?

     Aku jenuh sama hubungan kita. Aku lelah.

     Apa?

     Aku mau fokus dulu sama kepentinganku. Kamu tahu sendiri kan, tanggung jawabku ngga sedikit. Maaf kalau ini nyakitin kamu, tapi aku harus milih mana yang lebih penting.

     Tak kusadari, Julian sudah masuk di dalam kamar dan memandangku.
     "Kak, kok nangis? Ada apa?" tanyanya.
     "Nggak, nggak papa, hehe"
     "Dean ya? Kenapa lagi?"
     "Minta putus.."
     "Sudah, putusin aja. Cowok kan masih banyak diluar sana. Kayak bintang yang ada di langit luar sana, cowok yang baik masiiih banyak! Kak Mita pantes dapetin yang juauuh lebih baik dari dia!"

      Tanpa kusadari juga, air mata itu semakin berebutan untuk keluar dari kedua mataku. Selimut yang kuremat pun juga mulai basah.
   
     "Aku tak akan meninggalkanmu barang sedetikpun. Aku ingin bersamamu sampai selamanya, Mit. Sampai kita nikah, punya anak, punya cucu, sampai maut menjemput kita berdua. Sampe tulang ini mengering, rambut habis masa, aku tetap mencintaimu, Mit. Percayalah padaku."
     
     Kemana perginya semua janji itu?
   
     "Bosan? Mana mungkin aku bosan padamu! Kamu itu... berbeda, Mit. Entah bagaimana caramu membuatku selalu terpesona denganmu! Jadi mana mungkin aku bosan padamu?"

     Kurasa Julian tahu, aku ingin sendiri. Dia pun meninggalkan kamar tanpa mengeluarkan suara lagi.

     "10 tahun lagi kita menikah, bagaimana? Atau 7 tahun lagi? Kau mau anak berapa? 10?"
     "Dean, kau kelihatannya yakin sekali kalau kita akan pacaran selama itu."
     "Kenapa tidak yakin? Aku 100% yakin! Pegang kata-kataku ini. Aku hanya ingin menikah denganmu seorang, Mita sayang. Kau tak percaya?"

     Aku tertawa miris ditengah-tengah tangisku. Setelah kupikir-pikir, betapa bodohnya aku bisa terlena dengan semua ucapanmu itu.
     Tangisanku semakin keras, hingga tak terbendung lagi banyaknya air mata yang merembes keluar dari pelupuk mataku. Aku meremas selimut dengan tanganku sampai lusut. Rasanya sakit sekali.

     Maaf, Mit. Aku ngga ingin kamu lebih sakit lagi daripada ini. 

     Aku menyeka air mataku yang terakhir. Kepalaku menengadah melihat langit malam yang terlukis di depan mataku. Langit malam ini terlihat sangat indah. Bintang banyak yang keluar dari tempat peristirahatannya dan berlomba-lomba menunjukkan sinar siapa yang paling terang. Bulan mengintip malu dari balik awan. Entah mengapa, aku merasa langit malam ini sedang mengejek aku yang malah menangis daripada tersenyum.
     Aku harus kuat.
     Bukan berarti kalau tak ada dia, aku tak bisa hidup kan?
   
     .................................... iya, kan?